PAHAM KEBANGSAAN, NASIONALISME, DAN MENJAGA NKRI
Sebelum masuk pada pembahasan
inti tentang sengketa batas wilayah, peserta didik dan guru terlebih dahulu
mengetahui konsep dasar tentang apa itu kebangsaan, yang pada akhirnya nanti
bermuara pada pentingnya menjaga keutuhan NKRI.
Soekarno dalam pidatonya 1
Juni 1945 saat sidang BPUPK, merumuskan konsep kebangsaan itu, sebagaimana
dikemukakannya dalam uraian berikut ini.
Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia
Saya minta saudara Ki Bagoes
Hadikoesoemo dan saudarasaudara Islam lain: maafkanlah saya memakai perkataan
“kebangsaan” ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudarasaudara,
janganlah saudarasaudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama
buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam
arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nasionalestaat, seperti yang
saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu
Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit.
Sebagai saudara Ki Bagoes
Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak
tuanpun adalah orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datukdatuk tuan,
nenekmoyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam
arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan
negara Indonesia. Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu,
meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikitsedikit telah
menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempoh
sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa?
Menurut Renan syarat bangsa
ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu orangorangnya merasa diri bersatu dan mau
bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa: “le desir d’etre ensemble”, yaitu
kehendak akan bersatu. Menurut deinisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa,
yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.
Kalau kita lihat deinisi orang
lain, yaitu deinisi Otto Bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage”,
disitu ditanyakan: “Was ist eine Nation?” dan jawabnya ialah: “Eine Nation ist
eine aus chiksals-gemeinschat erwachsene Charaktergemeinschat”. Inilah menurut
Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul
karena persatuan nasib).
Tetapi kemarinpun, tatkala,
kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang
terhormat Mr. Yamin berkata: “verouderd”, “sudah tua”. Memang tuantuan sekalian,
deinisi Ernest Renan sudah “verouderd”, sudah tua. Deinisi Otto Bauer pun sudah
tua. Sebab tatkala Otto Bauer mengadakan deinisinya itu, tatkala itu belum
timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.
Kemarin, kalau tidak salah,
saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau Moenandar, mengatakan tentang “Persatuan
antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, tuantuan sekalian,
persatuan antara manusia dan tempatnya!
Orang dan tempat tidak dapat
dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya.
Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekadar melihat orangnya. Mereka hanya
memikirkan “Gemeinschat”nya dan perasaan orangnya, “l’ame et desir”. Mereka
hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi
yang didiami manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah
air itu adalah satu kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta
dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana
”kesatuankesatuan” disitu. Seorang anak kecilpun, jukalau ia melihat peta
dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.
Pada peta itu dapat
ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulaupulau di antara dua lautan yang
besar, lautan Pasiik dan lautan Hindia, dan di antara dua benua, yaitu benua
Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulaupulau
Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan
lainlain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan.
Demikian pula tiaptiap anak
kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulaupulau Nippon yang membentang
pada pinggir Timur benua Asia sebagai”golbreker” atau pengadang gelombang
lautan Pasiik, adalah satu kesatuan.
Anak kecilpun dapat melihat,
bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan
Hindia yang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan,
bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan. Griekenland atau Yunani dapat
ditunjukkan sebagai kesatuan pula, Itu ditaruhkan oleh Allah Swt. demikian
rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta
plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lainlain, segenap kepulauan Yunani,
adalah satu kesatuan.
Maka manakah yang dinamakan
tanah tumpahdarah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah
tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja,
atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi
segenap kepulauan uang ditunjuk oleh Allah Swt. menjadi suatu kesatuan antara
dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita!
Maka jikalau saya ingat
perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak
cukuplah deinisi yang dikatakan oeh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak
cukup “le desir d’etre ensembles”, tidak cukup deinisi Otto Bauer “aus schiksalsgemeinschat
erwachsene Charaktergemeinschat” itu. Maaf saudarasaudara, saya mengambil
contoh Minangkabau, di antara bangsa di Indonesia, yang paling ada “desir
d’entre ensemble”, adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kirakira 2,5 milyun.
Rakyat ini merasa dirinya satu
keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuaan, melainkan hanya satu
bahagian kecil dari pada satu kesatuan! Penduduk Yogyapun adalah merasa “le desir
d”etre ensemble”, tetapi Yogyapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu
kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan “le desir d’etre ensemble”,
tetapi Sundapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Pendek kata,
bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekadar satu golongan orang yang
hidup dengan “le desir d’etre ensemble” di atas daerah kecil seperti
Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa
Indonesia ialah seluruh manusiamanusia yang, menurut geopolitik yang telah
ditentukan oleh Swt., tinggal dikesatuannya semua pulaupulau Indonesia dari
ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!,
Konsep Kebangsaan, Nasionalisme, dan Relevansinya
dengan Upaya Menjaga NKRI
Dari penjelasan Soekarno di
atas, tampak eksplisit, bahwa paham kebangsaan dibangun berdasarkan semangat
kebersamaan, yang tidak hanya pada satu wilayah atau daerah tertentu, tetapi
mencakup keseluruhan daerah, apalagi bangsa Indonesia dikenal sebagai negara
kepulauan. Karena itu, dapatlah dipahami, jika rasa cinta kita kepada tanah
kelahiran dalam suatu wilayah, itu merupakan bagian penting dari semangat menjaga
dan mencintai NKRI.
Dari internalisasi terhadap
konsep kebangsaan tersebut, melahirkan semangat nasionalisme. Dalam bukunya
berjudul, Di Bawah Bendera Revolusi, Soekarno menyebutkan, “Nasionalisme itu
ialah suatu i’tikad; suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu
golongan, satu “bangsa”. Dengan demikian, nasionalisme terdiri dari rasa ingin
bersatu, persatuan perangai dan nasib serta persatuan antara orang dan tempat.
Dalam pemahaman yang lebih
luas, nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat dan bangsa yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, wilayah, serta kesamaan citacita dan tujuan.
Dengan demikian, masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan
yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Jika seseorang memiliki
pemahaman yang baik tentang paham kebangsaan, akan berimplikasi pada semangat
nasionalisme, yang dalam konteks menjaga NKRI memiliki beberapa ciri, yaitu:
a. Merasa memiliki dan cinta Tanah
Air (patriotisme).
b. Mengutamakan kepentingan
bersama (bangsa) di atas kepentinga individu dan kelompoknya.
c. Mementingkan persatuan dan
kesatuan.
d. Mengakui dan menghargai
keragaman yang menjadi identitas nasional bangsa.
e. Menjaga nama baik diri sendiri,
keluarga, masyarakat, dan bangsa.
f. Bersedia mempertahankan dan
memajukan bangsa.
g. Membangun
rasa persaudaraan, solidaritas, dan kedamaian.
Alpa Seftiano - SMAN 2 PULAU RIMAU
Belum ada Komentar untuk " "
Posting Komentar