Ringkasan Materi PPKn Kelas XI BAB 2 Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila


A. Hakikat Demokrasi

1.   Makna Demokrasi

Kata demokrasi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu kosa kata dalam bahasa Inggris yaitu democracy.  Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu    sama    lain.    Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. oleh para penguasa terutama penguasa yang otoriter untuk memperoleh dukungan rakyat agar kekuasaannya tetap langgeng.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi merupakan istilah politik  yang  berarti  pemerintahan rakyat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh rakyat atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan  bebas.

Dalam    pandangan    Abraham    Lincoln, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dari  rakyat,  oleh  rakyat,  dan  untuk  rakyat. Artinya, rakyat dengan serta merta mempunyai kebebasan untuk melakukan semua aktivitas kehidupan  termasuk  aktivitas  politik  tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun, karena pada hakikatnya yang berkuasa adalah rakyat untuk kepentingan bersama. Dengan demikian, sebagai sebuah konsep politik, demokrasi adalah landasan dalam menata sistem pemerintahan negara yang terus berproses ke arah yang lebih baik. Dalam proses tersebut, rakyat diberi peran penting dalam menentukan   atau memutuskan berbagai  hal     yang  menyangkut  kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara.

Penerapan demokrasi di Indonesia didasari oleh sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,     serta menjiwai sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama. Sebagai suatu konsep, demokrasi   adalah seperangkat gagasan dan prinsip  tentang kebebasan yang juga mencakup seperangkat praktik yang terbentuk  melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Pendeknya, demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. Artinya,   kebebasan yang dimiliki  rakyat  diatur  dan  diarahkan oleh  sebuah  lembaga  kekuasaan  yang sumber    kekuasaannya    berasal    dari rakyat dan dijalankan sendiri oleh rakyat sehingga kebebasan yang mereka miliki dapat dilaksanakan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar kebebasan yang dimiliki orang lain.

2.   Klasifikasi Demokrasi

Berikut ini dipaparkan beberapa macam bentuk demokrasi.

    a. Berdasarkan titik berat perhatiannya

Dilihat dari titik berat yang menjadi perhatiannya, demokrasi dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk.

1) Demokrasi formal, yaitu   suatu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan  dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara liberal.

2) Demokrasi material, yaitu demokrasi yang dititikberatkan pada upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang-kadang dihilangkan. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara komunis

3) Demokrasi gabungan, yaitu bentuk demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari bentuk demokrasi formal dan material. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara non-blok.

    b. Berdasarkan ideologi

Berdasarkan ideologi yang menjadi landasannya, demokrasi dapat dibedakan ke dalam dua bentuk.

1) Demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal, yaitu demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualisme. Ciri khas pemerintahan demokrasi  konstitusional  adalah  kekuasaan  pemerintahannya  terbatas dan tidak diperkenankan banyak melakukan campur tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.

2) Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar, yaitu demokrasi yang didasarkan pada paham marxisme-komunisme. Demokrasi rakyat mencita- citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari  keterikatannya  kepada  pemilikan  pribadi  tanpa  ada  penindasan serta paksaan.

    c. Berdasarkan proses penyaluran kehendak rakyat

Menurut   cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dapat dibedakan ke dalam dua bentuk.

1). Demokrasi  langsung,  yaitu  paham  demokrasi  yang  mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum negara atau undang-undang secara langsung.

2). Demokrasi tidak langsung, yaitu paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan. Penerapan demokrasi seperti ini berkaitan dengan kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya semakin luas, dan permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan kompleks. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan melalui pemilihan umum.

3.   Prinsip-Prinsip  Demokrasi

Henry B. Mayo sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Ilmu Politik mengungkapkan prinsip dari demokrasi yang akan mewujudkan suatu sistem politik yang demokratis. Adapun,

prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.

a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.

b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.

c. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.

d. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.

e. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.

f.  Menjamin tegaknya keadilan.

Kemudian,  menurut Alamudi, suatu negara dapat disebut berbudaya demokrasi apabila memiliki soko guru demokrasi sebagai berikut.

a. Kedaulatan rakyat.

b. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.

c. Kekuasaan mayoritas.

d. Hak-hak minoritas.

e. Jaminan hak-hak asasi manusia.

f. Pemilihan yang bebas dan jujur.

g. Persamaan di depan hukum.

h. Proses hukum yang wajar.

i. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional.

j. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.

k. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat


B. Dinamika Penerapan Demokrasi Pancasila

1.   Prinsip-Prinsip Demokrasi di Indonesia

10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

a. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Seluk beluk sistem serta  perilaku  dalam  menyelenggarakan  kenegaraan  RI  harus  taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Demokrasi dengan kecerdasan. Mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.

c. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.   Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.

d.   Demokrasi dengan rule of law. Hal ini mempunyai empat makna penting.

Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia harus mengandung, melindungi,  serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif.

Kedua, kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.

Ketiga, kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.

Keempat, kekuasaan negara mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.

e. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara. Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab. Jadi, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenal semacam pembagian dan pemisahan kekuasaan (division and separation of power), dengan sistem pengawasan dan perimbangan (check and balances).

f. Demokrasi dengan hak asasi manusia. Demokrasi menurut Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi manusia, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.

g.  Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka. Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   1945 menghendaki          diberlakukannya

sistem    pengadilan    yang    merdeka (independen)  yang  memberi  peluang  seluas-luasnya  kepada  semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan yang merdeka penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsideran (pertimbangan), dalil-dalil, fakta-fakta, saksi, alat pembuktian, dan petitumnya.Peradilan yang merdeka merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila

h. Demokrasi dengan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan presiden. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah-daerah otonom pada provinsi dan kabupaten/kota. Dengan peraturan pemerintah, daerah-daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan   menyelenggarakan   urusan-urusan   pemerintahan   sebagai   urusan rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

i. Demokrasi  dengan  kemakmuran.  Demokrasi  itu  bukan  hanya  soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu ternyata ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

j. Demokrasi   yang   berkeadilan sosial. Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan, atau organisasi yang jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hak- hak khusus.

Apa sebenarnya yang menjadi karakter utama Demokrasi Pancasila? Karakter utama Demokrasi Pancasila adalah  sila  keempat,  yaitu  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

Penanaman Kesadaran Berkonstitusi

Inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat, artinya rakyat mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola negara, sehingga kemajuan sebuah negara merupakan tanggung jawab       seluruh  rakyatnya. Oleh karena itu, dalam negara demokratis, setiap rakyat atau warga negara berkewajiban untuk:

1. menghargai dan menjunjung tinggi hukum;

2. menjunjung  tinggi  ideologi dan konstitusi negara;

3. mengutamakan kepentingan negara;

4. ikut  serta  dalam  berbagai bentuk kegiatan politik;

5. mengisi  kemerdekaan  dan aktif dalam pembangunan.

Dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan kata lain, Demokrasi Pancasila mengandung tiga karakter utama, yaitu kerakyatan, permusyawaratan, dan hikmat kebijaksanaan.

Tiga karakter tersebut sekaligus berkedudukan sebagai cita-cita luhur penerapan demokrasi di Indonesia. Cita-cita kerakyatan merupakan bentuk penghormatan kepada rakyat Indonesia dengan memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk berperan atau terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Cita-cita permusyawaratan memancarkan keinginan untuk mewujudkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan atau golongan.  Adapun, cita-cita hikmat kebijaksanaan merupakan keinginan bangsa Indonesia bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia merupakan demokrasi yang didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Demokrasi Pancasila memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan  demokrasi  di  negara  lain. Apa nilai lebihnya? Demokrasi Pancasila mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari Pancasila, yaitu sebagai berikut.

a. Persamaan  bagi  seluruh  rakyatIndonesia.

b. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

c. Pelaksanaan    kebebasan    yang dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.

d. Mewujudkan rasa keadilan sosial.

e. Pengambilan  keputusan  denganmusyawarah mufakat.

f. Mengutamakan persatuan nasio- nal dan kekeluargaan.

Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada paham kekeluargaan dan kegotongroyongan yang ditujukan untuk:

a.   kesejahteraan rakyat,

b.   mendukung      unsur­unsur kesadaran     ber­Ketuhanan Yang maha Esa,

c.   menolak atheisme,

d.   menegakkan         kebenaranyang     berdasarkan     budipekerti yang luhur,

e.    m e n g e m b a n g k a n   kepribadian Indonesia,

f.    menciptakan  keseimbangan perikehidupan        individu dan    masyarakat,    jasmani dan rohani, lahir dan batin, hubungan manusia dengan sesamanya   dan   hubungan manusia dengan Tuhannya.

g.    Menjunjung   tinggi   tujuan   dan cita-cita nasional.

 

2.   Periodisasi Perkembangan Demokrasi Pancasila

Dalam sudut pandang normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti misalnya kita mengenal ungkapan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Ungkapan normatif  tersebut biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi pemerintahan Republik Indonesia. Apakah secara normatif, negara kita sudah memenuhi kriteria sebagai negara demokrasi? Jawabannya tentu saja sudah.

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam ketentuan-ketentuan berikut.

a. Dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD   1945 (sebelum diamandemen) berbunyi “kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

b. Dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (setelah diamandemen) berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

c. Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1:

1)  Ayat (1) berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrastis dan berbentuk federasi”

2) Ayat (2) berbunyi “Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat”

d.      Dalam UUDS 1950 Pasal 1:

1) Ayat (1) berbunyi “ Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”

2) Ayat (2) berbunyi “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan rakyat”

Dari keempat konstitusi tersebut, kita dapat melihat secara jelas bahwa secara normatif Indonesia adalah negara demokrasi. Akan tetapi, yang menjadi persoalan apakah konstitusi tersebut melahirkan suatu sistem yang demokratis? Nah, untuk melihat apakah suatu sistem pemerintahan adalah sistem yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dari indikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini.

a. Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan   yang dipilih oleh rakyat  harus dapat mempertanggungjawabkan  kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga   harus dapat mempertanggungjawabkan   ucapan atau kata-katanya, serta yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan  yang pernah, sedang, bahkan yang akan dijalaninya. Pertanggungjawaban itu   tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak dan isterinya, juga sanak keluarganya terutama yang berkaitan dengan jabatannya.

b. Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan  harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain  tertutup sama sekali.

c. Rekrutmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan   satu sistem   rekrutmen   politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk  mengisi suatu jabatan politik  yang  dipilih  rakyat  mempunyai  peluang  yang  sama    dalam melakukan  kompetisi untuk mengisi jabatan politik tersebut.

d. Pemilihan umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Pemilu merupakan sarana untuk melaksanakan rotasi kekuasaan dan rekrutmen politik. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut  sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam akitivitas pemilihan seperti kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.

e. Pemenuhan  hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga negara dapat menikmati   hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat, serta hak untuk menikmati pers yang bebas.

Kelima indikator di atas merupakan elemen umum   dari demokrasi yang menjadi ukuran dari sebuah negara demokratis. Dari indikator-indikator tersebut, apakah semuanya sudah diterapkan di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat melihatnya dari alur sejarah politik di Indonesia, yaitu pada pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia, pemerintahan parlementer, pemerintahan demokrasi terpimpin, pemerintahan Orde Baru, dan pemerintahan orde reformasi. Mengapa demikian? Karena pada masa-masa tersebut demokrasi sebagai  sistem  pemerintahan  Republik  Indonesia  mengalami  perkembangan yang fluktuatif. Dengan berdasarkan pada indikator-indikator yang disebutkan di atas, berikut ini dipaparkan perkembangan demokrasi pada masa-masa tersebut, sehingga pada akhirnya kita dapat menjawab sendiri pertanyaan apakah Indonesia negara demokrasi atau bukan?

a. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Periode 1945 - 1949

Kalau kita mengikuti risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, maka kita akan melihat begitu besarnya komitmen para pendiri bangsa ini untuk mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Muhammad Yamin dengan beraninya memasukkan asas peri kerakyatan dalam usulan dasar negara Indonesia merdeka. Ir. Soekarno dengan penuh keyakinan memasukkan asas mufakat atau demokrasi dalam usulannya tentang dasar negara Indonesia merdeka yang kemudian diberi nama Pancasila. Keyakinan mereka yang sangat besar tersebut timbul karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan mereka. Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan.

Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan (1945 - 1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Adapun, elemen-elemen demokrasi  yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi   dan kondisi yang tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus memusatkan seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap hidup.

Partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat. Tetapi, fungsinya yang paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta menanamkan   semangat anti penjajahan. Karena keadaan yang tidak mengizinkan, pemilihan umum belum dapat dilaksanakan sekali pun hal itu telah menjadi salah satu agenda politik utama.

Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya.

Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Para pembentuk negara sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi sehingga begitu mereka menyatakan kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa  memiliki hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.

Kedua, presiden yang secara konstitusional memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaanya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlemen.

Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

b. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Periode 1949 - 1959

Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang waktu antara tahun 1949 sampai 1959. Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang dasar. Pertama,  pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950.  Dalam  rentang  waktu  ini,  bentuk  negara  kita  berubah  dari  kesatuan menjadi  serikat,  sistem  pemerintahan  juga  berubah  dari  presidensil  menjadi quasi parlementer. Kedua, pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pada rentang waktu 17 Agutus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959. Pada periode pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah menjadi negara kesatuan dan sistem pemerintahan menganut sistem parlementer. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada periode 1949 sampai dengan 1959, negara kita menganut demokrasi parlementer.

Masa demokrasi parlementer merupakan masa yang semua elemen demokrasinya dapat kita temukan perwujudannya   dalam kehidupan politik di Indonesia.

Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi  dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan  dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah   yang mengakibatkan   kabinet harus meletakkan jabatannya meskipun pemerintahannya baru berjalan beberapa bulan, seperti yang terjadi pada Ir. Djuanda Kartawidjaja yang diberhentikan dengan mosi tidak percaya dari parlemen.

Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan   dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet pada periode ini   merupakan contoh konkret dari tingginya akuntabilitas tersebut.

Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem multipartai. Pada periode ini, hampir 40 partai politik terbentuk dengan tingkat otonomi  yang sangat tinggi dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal rekrutmen boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Setiap partai bebas memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.

Keempat, sekali pun pemilihan umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Kompetisi antarpartai politik berjalan sangat intensif dan fair, serta yang tidak kalah pentingnya adalah setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya  dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.

Kelima, masyarakat pada umumnya  dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya  dengan  maksimal.  Hak  untuk  berserikat  dan  berkumpul dapat diwujudkan dengan jelas, dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta pemilihan umum. Kebebasan pers juga dirasakan dengan baik. Demikian juga dengan kebebasan berpendapat. Masyarakat mampu melakukannya tanpa ada rasa takut untuk menghadapi risiko, sekalipun mengkritik pemerintah dengan keras. Sebagai contoh adalah yang dilakukan oleh Dr. Halim, mantan Perdana Menteri, yang menyampaikan surat terbuka dan mengeluarkan semua isi hatinya dengan kritikan yang sangat tajam  terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno. Surat tersebut tertanggal 27 Mei 1955.

Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat pemerintah daerah.

Keenam indikator tersebut merupakan ukuran dalam pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan parlementer. Akan tetapi, pelaksanaan tersebut tidak berumur panjang. Demokrasi parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun seiring dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945. Presiden menganggap bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong sehingga beliau menganggap bahwa sistem demokrasi ini telah gagal mengadopsi nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.

mengapa demokrasi parlementer mengalami kegagalan?

Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi Presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia. Melalui konsepsi ini Presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan. Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini mendapat tantangan yang sangat kuat dari sejumlah partai politik terutama Masyumi dan Partai Syarikat Islam. Mereka menganggap bahwa pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran yang sangat fundamental terhadap konstitusi negara karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi.

Kedua, Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional, karena tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik, yaitu kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideologi negara dan kelompok lain yang menginginkan Pancasila sebagai ideologi negara.  Ketika voting dilakukan, ternyata suara mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai.

Ketiga, dominannya politik aliran sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik. Akibat politik aliran tersebut,   setiap konflik yang terjadi cenderung meluas melewati batas wilayah yang pada akhirnya membawa dampak yang sangat negatif terhadap stabilitas politik.

Keempat, basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah. Struktur sosial yang  dengan  tegas  membedakan  kedudukan  masyarakat  secara  langsung tidak mendukung keberlangsungan demokrasi. Akibatnya, semua komponen masyarakat sulit dipersatukan, sehingga hal tersebut mengganggu stabilitas pemerintahan yang berdampak pada begitu mudahnya pemerintahan yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa jabatannya selesai.

c. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Periode 1959 - 1965

Kinerja Dewan Konstituante yang berlarut-larut membawa Indonesia ke dalam persoalan politik yang sangat pelik. Negara dilingkupi oleh kondisi yang serba tidak pasti, karena landasan konstitusional tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena hanya bersifat sementara. Selain itu juga, situasi seperti ini memberi pengaruh yang besar terhadap situasi keamanan nasional yang sudah membahayakan persatuan dan kesatuan nasional. Presiden Soekarno sebagai kepala negara melihat situasi ini sangat membahayakan bila terus dibiarkan. Oleh karena itu, untuk mengeluarkan bangsa ini dari persoalan yang teramat pelik ini, Presiden Soekarno menerbitkan suatu dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam dekrit tersebut, Presiden menyatakan pembubaran Dewan Konstituante dan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dekrit Presiden tersebut mengakhiri era demokrasi parlementer, yang kemudian membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Era baru demokrasi dan pemerintahan Indonesia mulai dimasuki, yaitu suatu konsep demokrasi yang oleh Presiden Soekarno disebut sebagai Demokrasi Terpimpin. Maksud konsep terpimpin ini, dalam pandangan Presiden Soekarno adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.

Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era demokrasi terpimpin sebagai berikut.

Pertama, mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik bukan untuk mempersiapkan diri dalam rangka mengisi jabatan politik di pemerintah (karena pemilihan umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik ulur kekuatan antara lembaga kepresidenan, Angkatan Darat,dan Partai Komunis Indonesia.

Kedua, dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah.  DPR-GR  tidak  lebih  hanya  merupakan  instrumen    politik  lembaga kepresidenan. Proses rekrutmen politik untuk lembaga ini pun ditentukan oleh presiden.

Ketiga,  hak  dasar  manusia  menjadi  sangat  lemah.  Kritik  dan  saran  dari lawan-lawan politik Presiden tidak banyak diberikan. Mereka tidak mempunyai keberanian untuk menentangnya.

Keempat, masa demokrasi terpimpin membuat kebebasan pers berkurang. Sejumlah surat kabar dan majalah dilarang terbit oleh pemerintah seperti misalnya Harian Abadi  yang  berafiliasi dengan  Masyumi  dan  Harian  Pedoman  yang berafiliasi dengan PSI.

Kelima, sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.

Dari lima karakter di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pada era demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap demokrasi. Hal ini tidak terlepas dari kondisi Indonesia yang baru merdeka.

d. Pelaksanaan  Demokrasi di Indonesia pada Periode 1965 - 1998

Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu antara tahun 1966 - 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia mengharapkan adanya perubahan-perubahan politik menjadi lebih demokratis. Harapan tersebut tentu saja ada dasarnya. Orde Baru dipandang mampu mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan.

Harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena, sebenarnya tidak ada perubahan yang substantif dari kehidupan politik Indonesia. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur (LSM, partai politik, dan sebagainya). Selain itu juga, Presiden Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan, dan Panglima Tertinggi ABRI.

uraian    di    atas,    kita    dapat menggambarkan bahwa pelaksanaan Demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dipaparkan karakteristik Demokrasi Pancasila masa Orde Baru yang berdasarkan pada indikator demokrasi yang telah dikemukakan sebelumnya.

Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan sangat kecil terjadi. Kecuali pada jajaran yang lebih rendah, seperti   gubernur,   bupati/walikota, camat, dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.

Kedua, rekrutmen politik bersifat tertutup. Rekrutmen politik merupakan proses pengisian jabatan politik di dalam penyelenggaraan pemerintah negara, baik untuk lembaga eksekutif (pemerintah pusat maupun daerah), legislatif (MPR, DPR, dan DPRD) maupun lembaga yudikatif (Mahkamah Agung). Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis, semua warga negara  yang mampu  dan memenuhi syarat  mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan tetapi, yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru, sistem rekrutmen politik tersebut bersifat tertutup, kecuali anggota DPR yang berjumlah 400 orang dipilih melalui pemilihan umum. Pengisian jabatan tinggi negara seperti Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung, dan jabatan-jabatan lainnya dalam birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga dengan anggota badan legislatif. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih melalui proses pengangkatan dengan surat keputusan presiden. Sementara itu dalam kaitannya dengan rekrutmen politik lokal (seperti gubernur dan bupati/ walikota), masyarakat di daerah tidak mempunyai peluang untuk ikut menentukan pemimpin mereka. Kata akhir tentang siapa yang akan menjabat diputuskan oleh presiden. Jelas, sistem rekrutmen seperti itu sangat bertentangan dengan semangat demokrasi.

Ketiga, Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pemilihan umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali dengan frekuensi yang teratur setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita amati kualitas pelaksanaan pemilihan umum tersebut masih jauh dari semangat demokrasi. Pemilihan umum tidak melahirkan persaingan yang sehat.

Keempat, pelaksanaan hak dasar warga negara. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional sering menyoroti politik Indonesia berkait- an erat dengan perwujudan jaminan hak asasi manusia. Masalah   kebebasan pers sering muncul ke permukaan. Persoalan mendasar adalah selalu adanya campur tangan birokrasi yang sangat kuat. Selama pemerintahan Orde Baru, sejarah pengekangan kebebasan pers terulang kembali seperti yang terjadi pada masa Orde Lama. Beberapa media massa seperti Tempo, Detik, dan Editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibreidel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat negara.

Selain itu, kebebasan berpendapat menjadi barang langka dan mewah. Pemerintah  melalui  kepanjangan  tangannya  (aparat  keamanan)  memberikan ruang yang terbatas kepada masyarakat untuk berpendapat. Pemberlakuan Undang-Undang  Subversif  membuat  posisi  pemerintah  semakin  kuat  karena tidak ada kontrol dari rakyat. Rakyat menjadi takut untuk berpendapat mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tidak jarang pemerintah memenjarakan dan mencekal orang-orang yang mengkritisi kebijakannya.

Keempat  indikator  di  atas  menjadi  catatan  hitam  perjalanan  demokrasi di Indonesia. Akankah masa-masa pahit ini kembali terulang? Jawabannya dikembalikan kepada semua elemen bangsa ini.

e. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Periode 1998 – sekarang

Penyimpangan-penyimpangan  yang  terjadi  pada  masa  pemerintahan  Orde Baru pada akhirnya membawa Indonesia pada krisis multidimensi yang diawali dengan badai krisis moneter yang tidak kunjung reda. Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis politik, tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil. Tidak hanya itu, kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di semua belahan bumi Nusantara ini. Akibatnya bisa ditebak, pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto (meskipun kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR bulan Maret tahun 1998) terperosok ke dalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan politik, baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang dimotori oleh mahasiswa menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Tekanan dari massa mencapai puncaknya ketika tidak kurang dari 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR yang mengakibatkan proses politik nasional praktis lumpuh. Sekalipun Presiden Soeharto menawarkan berbagai langkah, antara lain reshuffle (perombakan) kabinet dan membentuk Dewan Reformasi, akan tetapi Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya.

Akhirnya pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka Jakarta menyatakan berhenti sebagai Presiden dan dengan menggunakan pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya di hadapan Mahkamah Agung. DPR tidak dapat berfungsi karena gedungnya diambil alih oleh mahasiswa. Saat itu, kepemimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh kontroversi tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama satu tahun.

Dalam masa pemerintahan Presiden Habibie inilah muncul beberapa indikator pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam berbangsa dan bernegara. Kedua, diberlakukannya sistem multipartai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini sebagai Presiden Republik Indonesia membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat dan berkumpul sesuai dengan ideologi dan aspirasi politiknya.

Dua hal yang dilakukan Presiden Habibie di atas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah Demokrasi Pancasila. Tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan Orde Baru dan sedikit mirip dengan demokrasi parlementer tahun 1950 - 1959. Pertama, pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Sistem pemilu yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat dapat langsung memilih wakilnya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presiden pun dipilih secara langsung. Tidak hanya itu, mulai tahun 2005 kepala daerah pun (gubernur dan bupati/walikota) dipilih langsung oleh rakyat. Kedua, rotasi kekuasaan dilaksanakan mulai dari pemerintah pusat sampai pada tingkat desa. Ketiga, pola rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Setiap warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik tersebut tanpa adanya diskriminasi. Keempat, sebagian besar hak dasar rakyat dapat terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan sebagainya.

Kondisi demokrasi Indonesia saat ini dapat diibaratkan sedang menuju ke arah kesempurnaan. Akan tetapi jalan terjal menuju itu tentu saja selalu menghadang. Tugas kita adalah mengawal demokrasi ini supaya teraplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan.

C. Membangun Kehidupan yang Demokratis di Indonesia

1.  Pentingnya Kehidupan yang Demokratis

Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara yang demokratis, apabila di dalam pemerintahan tersebut rakyat   memiliki persamaan di depan hukum,  memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan memperoleh pendapatan yang layak karena terjadi distribusi pendapatan yang adil, serta memiliki kebebasan yang bertanggung jawab. Mari kita uraikan makna masing-masing.

a.  Persamaan kedudukan di muka hukum

Hukum itu mengatur bagaimana seharusnya penguasa bertindak, bagaimana hak dan kewajiban dari penguasa dan juga rakyatnya. Rakyat memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Artinya, hukum harus dijalankan secara adil dan benar. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa saja yang bersalah dihukum sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menciptakan hal itu harus ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan bijaksana, bebas dari pengaruh  pemerintahan yang berkuasa, dan berani menghukum siapa saja yang bersalah.

b.  Partisipasi dalam pembuatan keputusan

Dalam negara yang menganut sistem politik demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan pemerintahan dijalankan berdasarkan kehendak rakyat. Aspirasi dan kemauan rakyat harus dipenuhi dan pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi yang merupakan arah dan pedoman dalam melaksanakan hidup bernegara. Para pembuat kebijakan memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang berkembang. Kebijakan yang dikeluarkan harus dapat mewakili berbagai keinginan masyarakat yang beragam. Sebagai contoh, ketika rakyat berkeinginan kuat untuk menyampaikan pendapat di muka umum maka pemerintah dan DPR menetapkan undang-undang yang mengatur penyampaian pendapat di muka umum.

c. Distribusi pendapatan secara adil

Dalam negara demokrasi, semua bidang dijalankan dengan berdasarkan prinsip keadilan termasuk di dalam bidang ekonomi. Semua warga negara berhak memperoleh pendapatan yang layak. Pemerintah wajib memberikan bantuan kepada fakir dan miskin atau mereka yang berpendapatan rendah. Akhir-akhir ini pemerintah menjalankan program pemberian bantuan langsung tunai. Hal tersebut dilakukan dalam upaya membantu para fakir miskin.   Pada kesempatan lain, pemerintah terus giat membuka lapangan kerja agar masyarakat dapat memperoleh penghasilan. Dengan program- program tersebut diharapkan terjadi distribusi pendapatan yang adil di antara masyarakat Indonesia.

d. Kebebasan yang bertanggung jawab

Dalam sebuah negara yang demokratis, terdapat empat kebebasan yang sangat penting, yaitu kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan kebebasan berkumpul. Empat kebebasan ini merupakan  hak  asasi  manusia  yang  harus  dijamin  keberadaannya  oleh negara. Akan tetapi dalam pelaksanaannya mesti bertanggung jawab, artinya kebebasan yang dimiliki oleh setiap warga negara tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain, kebebasan yang dikembangkan adalah kebebasan yang tidak tak terbatas, yaitu kebebasan yang dibatasi oleh aturan dan kebebasan yang dimiliki orang lain.

Setelah kalian memahami karakteristik negara yang demokratis, coba kalian bayangkan jika kalian tidak diperlakukan sama di depan hukum. Kalian tentunya merasa diperlakukan tidak adil dan kepercayaan kalian terhadap lembaga-lembaga peradilan menjadi menurun atau bahkan tidak ada. Bayangkan pula apabila anggota masyarakat tidak diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh penghidupan yang layak. Pengangguran akan semakin meningkat serta fakir miskin bertambah banyak jumlahnya dan mereka semakin terlantar kehidupannya.

Demikian pula halnya dalam kehidupan sehari-hari   di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang kalian rasakan seandainya kalian tidak diberi kesempatan berbicara di depan orang tua kalian. Segala aturan keluarga harus kalian ikuti tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu. Jika di kelas kalian, guru tidak memberi kesempatan untuk bertanya, mengemukakan pendapat, berdiskusi maka pemahaman kalian terhadap pelajaran menjadi kurang optimal. Dalam masyarakat, apabila penyelesaian perkara tidak dilakukan melalui musyawarah, maka masyarakat akan “main hakim sendiri” dan pengambilan kebijakan dilakukan sewenang-wenang, akibatnya suasana di lingkungan masyarakat menjadi tidak nyaman dan tidak aman.

Dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara, seandainya tidak ada pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden, maka tentu saja tidak akan terwujud kebebasan warga negara untuk memilih pemimpinnya. Bayangkan pula  seandainya  warga  negara  tidak  diberi  kesempatan  untuk  berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan pemerintah, maka kebijakan yang dibuat pemerintah cenderung akan sewenang-wenang. Artinya, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aspirasi warga negara.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa kehidupan demokratis penting dikembangkan dalam berbagai kehidupan. Seandainya kehidupan yang demokratis tidak terlaksana, maka asas kedaulatan rakyat tidak berjalan, tidak ada jaminan hak-hak asasi manusia, tidak ada persamaan di depan hukum. Jika demikian tampaknya kita akan semakin jauh dari tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

2.   Perilaku yang Mendukung Tegaknya Nilai-Nilai Demokrasi

Demokrasi tidak mungkin terwujud, jika tidak didukung oleh masyarakatnya. Pada dasarnya tumbuhnya budaya demokrasi disebabkan karena rakyat tidak senang dengan tindakan yang sewenang-wenang, baik dari pihak penguasa maupun dari rakyat sendiri. Oleh karena itu, kehidupan yang demokratis hanya mungkin dapat terwujud ketika rakyat menginginkan   terwujudnya kehidupan tersebut.

Bagaimana caranya supaya kita dapat menjalankan kehidupan yang demokratis? Untuk menjalankan kehidupan demokratis, kita bisa memulainya dengan cara menampilkan beberapa prinsip di bawah ini dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

a.   membiasakan diri untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku;

b.   membiasakan diri untuk bertindak demokratis dalam segala hal;

c.   membiasakan diri untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah;

d.   membiasakan  diri  untuk  mengadakan  perubahan  secara  damai  tidak dengan kekerasan;

e.   membiasakan  diri  untuk  memilih  pemimpin  melalui  cara-cara  yang demokratis;

f.    selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani dalam musyawarah;

g.   selalu  mempertanggungjawabkan  hasil  keputusan  musyawarah  kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara bahkan diri sendiri;

h.   menuntut hak setelah melaksanakan kewajiban;

i.    menggunakan kebebasan dengan rasa tanggung jawab;

j.    menghormati hak orang lain dalam menyampaikan pendapat;

k.   membiasakan diri memberikan kritik yang bersifat membangun.

Kalian sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai ujung tombak dalam usaha menegakkan nilai-nilai demokrasi, sudah semestinya mendemonstrasikan peran serta kalian dalam usaha mewujudkan kehidupan yang demokratis. Paling

Penanaman Kesadaran Berkonstitusi

setiap warga negara, termasuk kalian harus memperhatikan hal­hal berikut.

1. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

2. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

3. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

4. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

5. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

6. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

7. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

8. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai­nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

9. Memberikan kepercayaan kepada wakil­wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.


Belum ada Komentar untuk "Ringkasan Materi PPKn Kelas XI BAB 2 Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel