Ringkasan Materi PPKn Kelas XII BAB 4 Dinamika Persatuan dan Kesatuan Dalam Konteks NKRI
A. Hakikat Negara Kesatuan Republik
Indonesia
1. Konsep Negara Kesatuan
(Unitarisme)
Konsep negara kesatuan tentu saja kalian sudah
mengenalnya. Istilah negara kesatuan sudah sangat sering kalian dengar, hal ini
dikarenakan nama negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi
istilah negara kesatuan sudah tertanam dalam pola pikir kita selaku warga
negara Indonesia. Akan tetapi tahukah kalian makna dan karakteristik negara
kesatuan? Menurut C.F Strong dalam bukunya A History of Modern Political
Constitution (1963:84), negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional.
Kekuasaan negara dipegang oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat dapat
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, tetapi
pada tahap terakhir kekuasaan tetapa berada di tangan pemerintah pusat.
Pendapat C.F Strong tersebut dapat dimaknai bahwa
negara kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk
mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat
memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara
pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung.
Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan
menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu
pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek
pemerintahan. Negara kesatuan mempunyai dua sistem, yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Dalam negara kesatuan
bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat,
sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan
dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan
sendiri atau mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi, dalam negara
kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah
tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di
daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap
memegang kekuasaan tertinggi.
2. Karakteristik Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Sebagai warga negara yang baik, tentunya kalian harus
memahami karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut
penting diketahui untuk semakin mempertegas identitas negara Indonesia. Oleh
karena itu,pada bagian ini kalian akan dibekali pengetahuan mengenai
karakteristik NKRI menurut UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia sejak kelahirannya pada tanggal 17
Agustus 1945 telah memiliki tekad yang sama, bahwa negara ini akan eksis di
dunia internasional dalam bentuk negara kesatuan. Kesepakatan ini tercermin
dalam rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam menyusun konstitusi
atau UUD yang tertinggi dalam negara. Soepomo dalam Sidang BPUPKI, menghendaki
bentuk negara kesatuan sejalan dengan paham negara integralistik yang melihat
bangsa sebagai suatu organisme.
Hal ini antara lain seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin, bahwa kita hanya
membutuhkan negara yang bersifat unitarisme dan wujud negara kita tidak lain
dan tidak bukan adalah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bentuk
negara kesatuan tersebut didasarkan pada 5 (lima) alasan berikut :
a.
Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan kemerdekaan Indonesia
b.
Negara tidak memberikan tempat hidup bagi provinsialisme
c.
Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di Pulau Jawa sehingga tidak ada
tenaga di daerah untuk membentuk negara federal
d.
Wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama potensi dan kekayaannya
e.
Dari sudut geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila
sebagai negara kesatuan Pembentukan negara kesatuan bertujuan untuk menyatukan
seluruh wilayah nusantara agar menjadi negara yang besar dan kokoh dengan
kekuasaan negara yang bersifat sentralistik. Tekad tersebut sebagaimana
tertuang dalam alinea kedua Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan
makmur” Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengukuhkan keberadaan Indonesia sebagai negara kesatuan dan menghilangkan
keraguan terhadap pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal-pasal
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memperkukuh
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak sedikit pun mengubah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara federal. Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah
asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang
berbentuk Republik.” Pasal yang dirumuskan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan tekad bangsa Indonesia yang menjadi
sumpah anak bangsa pada 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, yaitu satu
nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan yaitu Indonesia. Wujud Negara Kesatuan
Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilakukan perubahan dalam
Undang-Undang Dasar
Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu “…. dalam upaya membentuk suatu Pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia”. Karakteristik Negara Kesatuan
Indonesia juga dapat dipandang dari segi kewilayahan. Pasal 25 A UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa “Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang”. Istilah Nusantara dalam ketentuan tersebut
dipergunakan untuk menggambakan kesatuan wilayah perairan dan gugusan
pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia serta di anatara Benua Asia dan Benua Australia.
Kesatuan
wilayah tersebut juga mencakup
:
1)
kesatuan politik;
2)
kesatuan hukum;
3)
kesatuan sosial-budaya;
4)
kesatuan ekonomi serta
5)
kesatuan pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian, meskipun wilayah Indonesia terdiri
atas ribuan pulau, tetapi semuanya terikat dalam satu kesatuan negara yaitu
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Indonesia dari Masa Ke Masa
Proses mempertahankan keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia mengalami dinamika yang sangat menarik untuk dikaji.
Persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi modal utama untuk mempertahankan
NKRI ternyata tidak selamanya berdiri kokoh. Persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia dalam perwujudannya sangat dinamis. Adakalanya persatuan dan kesatuan
bangsa itu begitu kokoh, tetapi ada juga masa ketika persatuan dan kesatuan
bangsa mendapat ujian ketika dirongrong oleh gerakan-gerakan pemberontakan yang
ingin memisahkan diri dari NKRI, serta segala bentuk teror yang bisa berdampak
munculnya perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, kita patut
bersyukur ancaman atau gangguan tersebut tidak membuat NKRI menjadi lemah,
tetapi semakin kokoh menunjukkan eksistensinya kepada dunia. Berikut ini akan
dipaparkan dinamika persatuan dan kesatuan bangsa dari masa ke masa.
Pembahasan difokuskan kepada kondisi politik
ketatanegaraan serta contoh gerakan-gerakan yang merongrong persatuan dan
kesatuan bangsa.
1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
pada Masa Revolusi Kemerdekaan (18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949)
Pada periode ini bentuk negara Republik Indonesia
adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah republik yang mana presiden
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Sedangkan
sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial. Dalam
periode ini yang dipakai sebagai pegangan adalah Undang-Undang Dasar 1945. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen.
Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya.
Pada waktu itu semua kekuatan negara difokuskan pada upaya mempertahankan
kemerdekaan yang baru saja diraih dari rongrongan kekuatan asing yang ingin
kembali menjajah Indonesia. Dengan demikian, walaupun Undang-Undang Dasar 1945
telah berlaku, namun yang baru dapat dibentuk hanya presiden, wakil presiden,
serta para menteri dan gubernur yang merupakan perpanjangan tanggan pemerintah
pusat. Adapun departemen yang dibentuk untuk pertama kalinya di Indonesia
terdiri dari 12 departemen. Sedangkan provinsi yang baru dibentuk terdiri atas
delapan wilayah yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi,
Maluku dan Sunda Kecil.
Kondisi di atas didasarkan pada Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden
dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Dengan demikian, tidaklah menyalahi
apabila MPR/DPR RI belum dimanfaatkan
karena pemilihan umum belum diselenggarakan. Lembaga-lembaga tinggi negara lain
yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti MPR, DPR, DPA, BPK, dan
MA belum dapat diwujudkan sehubungan
dengan keadaan darurat dan harus dibentuk berdasarkan undang-undang. Untuk
mengatasi hal tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 melalui ketentuan dalam pasal
IV Aturan Peralihan menyatakan bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan pertimbangan Agung dibentuk menurut
undang-undang dasar ini, segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan sebuah Komite Nasional. Pasal IV Aturan Peralihan ini secara langsung
memberikan kekuasaan yang teramat luas kepada presiden. Dengan kata lain,
kekuasaan presiden meliputi kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif), menjalan
kekuasaan MPR dan DPR (legislatif) serta menjalankan tugas DPA. Kekuasaan yang
teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya untuk sementara waktu saja,
supaya penyelenggaraan negara dapat berjalan.
Oleh karena
itu PPKI dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan
yang menegaskan bahwa:
a.
Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden
Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam
Undang-Undang dasar ini.
b.
Dalam enam bulan setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis itu
bersidang untuk menetapkan Undang-Undang dasar. Pasal IV Aturan Peralihan UUD
1945 dijadikan dalih oleh Belanda untuk menuduh Indonesia sebagai negara
diktator, karena kekuasaan negara terpusat kepada presiden. Untuk melawan
propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah RI mengeluarkan
tiga buah maklumat:
1)
Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang
menghentikan kekuasaan luar bisa dari Presiden
sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya berlaku selam enam bulan). Kemudian maklumat tersebut
memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada
Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada dasarnya maklumat ini adalah penyimpangan
terhadap ketentuan UUD 1945
2)
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang pembentukan partai politik
yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat
dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multipartai.
Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar Dunia Barat menilai bahwa Indonesia
adalah negara yang menganut asas demokrasi.
3)
Maklumat pemerintah tanggal 14 November
1945, yang intinya mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi
sistem pemerintahan parlementer. Maklumat tersebut kembali menyalahi ketentuan UUD RI
1945 yang menetapkan sistem pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintah
Indonesia.
Ketiga maklumat di atas memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Maklumat pemerintah tanggal 14
November 1945 telah membawa perubahan total dalam sistem pemerintahan negara
kita. Pada tanggal tersebut, Indonesia memulai kehidupan baru sebagai penganut
sistem pemerintahan parlementer. Dengan sistem ini presiden tidak lagi
mempunyai rangkap jabatan, presiden hanya sebagai kepala negara sedangkan
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Kabinet dalam hal ini para
menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden akan tetapi kepada DPR yang
kekuasaannya dipegang oleh BP KNIP. Secara konseptual perubahan ini diharapkan
akan mampu mengakomodir semua kekuatan yang ada dalam negara ini, akan tetapi
pada kenyataannya, sistem ini justru membawa bangsa Indonesia ke dalam keadaan
yang tidak stabil. Kabinet-kabinet parlementer yang dibentuk gampang sekali
dijatuhkan dengan mosi tidak percaya dari DPR. Sistem pemerintahan parlementer
tidak berjalan lama. Sistem tersebut berlaku mulai tanggal 14 November 1945 dan
berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam rentang waktu itu terjadi
beberapa kali pergantian kabinet. Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan
Syahrir yang dilanjutkan dengan kabinet
Syahrir II dan III. Sewaktu bubarnya kabinet Syahrir III, sebagai akibat
meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda, pemerintah membentuk Kabinet
Presidensial kembali (27 Juni 1947-3 Juli 1947).
Namun atas
desakan dari beberapa partai politik, Presiden Soekarno kembali membentuk
Kabinet Parlementer, seperti berikut:
1)
Kabinet Amir Syarifudin I : 3 Juli 1947-11 November 1947
2)
Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
3)
Kabinet Hatta I : 29 Januari 1948-4
Agustus 1949
4)
Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin Prawiranegara) : 19 Desember 194813 Juli 1949
5) Kabinet Hatta II : 4 Agustus 1949-20
Desember 1949) Kondisi pemerintahan yang tidak stabil karena kabinet yang
dibentuk tidak bertahan lama serta rongrongan kolonial Belanda yang ingin
kembali menjajah Indonesia. Pemberontakan tersebut menambah catatan kelam
sejarah bangsa ini dan rakyat semakin menderita. Periode Negara kesatuan Republik
Indonesia berakhir seiring dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar yang
mengubah bentuk negara kita menjadi negara serikat pada tanggal 27 Desember
1949. Pada periode ini juga ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan separatis
dengan tujuan mendirikan negara baru yang memisahkan diri dari NKRI.
Adapun gerakan-gerakan tersebut
diantaranya:
a. Pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) Madiun 1948
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September
1948 yang dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti dasar negara
Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet Republik Indonesia.
Pemberontakan PKI Madiun melakukan aksinya dengan menguasai seluruh karesidenan
Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan ini secara besar-besaran.
Pada tanggal 30 September 1948, pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh
TNI yang dibantu oleh rakyat. Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima
Divisi H Jawa Tengah bagian timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa
Timur) mengerahkan kekuatan TNI dan polisi untuk melakukan pengejaran dan
pembersihan di daerah-daerah sehingga Muso dan Amir Syarifuddin berhasil
ditembak mati.
b. Gerakan Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia (DI/TII) di Daerah Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh
Sekarmadji Maridjan (SM) Kartosuwiryo yang memiliki cita-cita untuk mendirikan
Negara Islam Indonesia. Cita-citanya membentuk Negara Islam Indonesia (NII)
diwujudkan melalui Proklamasi yang dikumandangkan pada tanggal 7 Agustus 1949
di Desa Cisayong, Jawa Barat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh
Kartosuwiryo, Pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis di Gunung
Geber. Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kantosuwiryo berhasil ditangkap dan
dijatuhi hukuman mati.
2. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
pada Masa Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus
1950)
Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada
rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Pada masa ini yang
dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun
1949. Berdasarkan konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau
federasi dengan 15 negara bagian. Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode
ini adalah republik. Ciri republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan
Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh. Hatta
sebagai Perdana Menteri.
Sistem
pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet
semu (quasi parlementer), dengan karakteristik sebagai berikut:
1)
Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen
sebagaimana lazimnya
2)
Kekuasaan perdana menteri masih dicampur tangani oleh Presiden. Hal itu tampak
pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersamasama merupakan
pemerintah. Seharusnya Presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala
pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri.
3)
Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen
4)
Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun
harus melalui keputusan pemerintah.
5)
Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak
punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat menggunakan mosi
tidak percaya kepada kabinet.
6)
Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap yaitu sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS juga
mempunyai Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas
Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS terdiri atas dua badan
yaitu senat dan DPR. Senat beranggotan wakil dari negara bagian yang ditunjuk
oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian diwakili oleh dua orang. Keputusan
untuk memilih bentuk negara serikat, sebagaimana telah diuraikan di muka,
merupakan politik pecah belahnya kaum penjajah. Hasil kesepakatan dalam
Konferensi Meja Bundar, memang mengharuskan Indonesia berubah dari negara
kesatuan menjadi negara serikat.
Bagaimana nasib negara serikat itu ? Layaknya bayi
yang lahir prematur, maka kondisi RIS juga seperti itu. Muncul berbagai reaksi
dari berbagai kalangan bangsa Indonesia menuntut pembubaran Negara RIS dan
kembali kepada kesatuan Negara Republik Indonesia. Maka pada 8 Maret 1950,
Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang
isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan negara RIS. Dengan
adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan
diri dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Akhirnya,
Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Bagaimana pengaruh kondisi seperti itu terhadap RIS
sendiri ? Kondisi itu mendorong RIS berunding dengan pemerintahan RI untuk
membentuk Negara kesatuan. Pada 19 Mei
1950 dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian. Disebutkan
pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini
menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi
yang berlaku yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan
UUDS 1950. Pemerintah Indonesia bersatu ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagaimana
diangkat sebagai presiden dan wakil presiden pertama setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950 konstitusi RIS
diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Sejak saat itulah
pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950. Pada masa Republik Indonesia Serikat juga terdapat gerakan-gerakan
separatis yang terjadi beberapa wilayah Indonesia, diantaranya:
a. Gerakan Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA)
Gerakan APRA dipimpin o!eh Kapten Raymond Westerling.
Gerakan ini didasari o!eh adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang ratu
adil yang akan membawa mereka ke suasana aman dan tenteram serta memerintah
dengan adil dan bijaksana. Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankan
bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara
bagian RIS. Pada tanggal 23 Januan 1950, pasukan APRA menyerang Kota Bandung
serta melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap anggota TNI. APRA tidak mau
bergabung dengan Indonesia dan memilih tetap mempertahankan status quo karena
jika bergabung dengan Indonesia mereka akan kehilangan hak istimenya.
Pemberontakan APRA juga didukung oleh Sultan Hamid II yang menjabat sebagal
menteri negara pada Kabinet RIS. Pemberontakan APRA berhasil ditumpas melalui
operasi militer yang dilakukan oleh Pasukan Siliwangi.
b. Pemberontakan Andi Azis di Makassar
Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Aziz ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya
kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi
karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka
mendesak Negara Indonesia Timur (NIT) segera menggabungkan diri dengan RI.
Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya
Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di
masyarakat. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8
April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada
pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan
semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan
operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang. Pada
tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh
Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor sehingga ia
ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang
terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950 pasukan ini
berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak.
c. Gerakan Republik Maluku Selatan
(RMS)
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin
oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memproklamirkan negara Republik Maluku
Selatan pada tanggal 25 April 1950. Mereka ingin merdeka dan melepaskan diri
dan wilayah Republik Indonesia karena menganggap Maluku memiliki kekuatan
secara ekonomi, politik, dan geografis untuk berdiri sendiri. Yang menjadi penyebab
utama munculnya Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) adalah masalah pemerataan
jatah pembangunan daerah yang dirasakan sangat kecil, tidak sebanding dengan
daerah di Jawa. Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang
dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang (Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur). Melalui ekspedisi militer, beberapa wilayah penting dapat
dikuasai seperti Maluku, Ambon, dan sekitarnya, sehingga beberapa anggotanya
banyak yang melarikan diri ke Negeri Belanda.
3. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pada Masa Demokrasi Liberal (17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959)
Pada periode ini, Indonesia menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai
tanggal 17 Agustus 1950. UUDS RI 1950 merupakan perubahan dari Konstitusi RIS
yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara pemerintah RIS dan Pemrintah RI pada
tanggal 19 Mei 1950. Bentuk negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan
yang kekuasannya dipegang oleh pemerintah pusat. Hubungan dengan daerah
didasarkan pada asas desentralisasi. Bentuk pemerintahan yang diterapkan adalah
republik, dengan kepala negara adalah seorang presiden yang dibantu oleh
seorang wakil presiden. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali mengisi dua
jabatan tersebut. Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem
pemerintahan parlementer dengan menggunakan kabinet parlementer yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri. Alat-alat perlengkapan negara meliputi Presiden
dan Wakil Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan rakyat, Mahkamah Agung,
dan Dewan Pengawas Keuangan. Pada saat mulai berlakunya UUDS RI 1950, dibentuk
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang merupakan gabungan anggota DPR RIS ditambah ketua dan anggota
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat dan anggota yang ditunjuk oleh
presiden. Praktek sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa
berlakunya UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah
kemakmuran, keteraturan dan kestabilan politik.
Hal ini
tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-1959 telah
terjadi 7 kali pergantian kabinet, yaitu:
a.
Kabinet Natsir : 6 Sepetember 1950-27 April 1951
b.
Kabinet Sukirman : 27 April 1951-3 april 1952
c.
Kabinet Wilopo : 3 April 1952-30 Juli 1953
d.
Kabinet Ali Sastroamidjojo : 30 Juli 1953-12 Agustus 1955
e.
Kabinet Burhanudin Harahap : 12 Agustus 1955-24 Maret 1956. Pada masa kabinet
ini, Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan Pemilihan Umum yang
diikuti oleh 28 partai. Pemilu dilaksanakan atas dasar Undang-undang Pemilu
Nomor 7 tahun 1953. Pemilu 1955 dilaksanakan selama dua tahap, yaitu pada
tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen dan tanggal 15
Desember untuk memilih anggota konstituante.
f.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II : 24 Maret 1956-9 April 1957
g.
Kabinet Djuanda (karya) : 9 April 1957-10 Juli 1959. Hal yang menyebabkan
kondisi negara kacau pada periode ini adalah tidak berhasilnya badan
konstituante menyusun undang-undang dasar yang baru. Keadaan ini memancing persaingan politik dan menyebabkan kondisi
ketatanegaraan bangsa Indonesia menjadi tidak menentu. Kondisi yang sangat
membahayakan bangsa dan negara ini mendorong presiden Soekarno untuk mengajukan
rancangannya mengenai konsep demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada
UUD 1945.
Terjadi perdebatan yang tiada ujung pangkal sementara
disisi lain kondisi negara semakin gawat dan tidak terkendali yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa..
Kondisi tersebut mendorong presiden untuk menggunakan wewenangnya yakni mengeluarkan
Dektrit Presiden tanggal 5 Juli tahun
1959, yang berisi diantaranya:
a.
Pembubaran konstituante
b.
Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
c.
Pembentukan MPR dan DPA sementara.
Pada periode
ini juga terjadi beberapa gerakan separatis di daerah dianataranya:
a. Gerakan Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia (DI/TII)
1) Daerah Sulawesi Selatan: Pemberontakan DI/TII di
Sulawesi Selatan dipmpin oleh Kahar Muzakar. Pemberontakan ini disebabkan oleh
Kahar Muzakar yang menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam
Iingkungan APRlS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan Ia
berkeinginan untuk menjadi pimpinan dan APRIS. Pada tanggal 17 AgustuS 1951,
Kahar Muzakar bersama dengan pasukannya melarikan diri ke hutan dan pada tahun
1952 ia mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam
Indonesia pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Penumpasan terhadap
pemberontakan yang dilakukan oleh Kahar Muzakar mengalami kesulitan sebab
tempat persembunyian mereka berada di hutan yang ada di daerah pegunungan. Akan
tetapi, pada bulan Februari 1965 berhasil ditumpas oleh TNI dan Kahar Muzakar
ditembak mati.
2) Daerah Aceh: Pemberontakan DI/TII di Aceh
dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan mantan Gubernur Aceh. Pemberontakan
ini disebabkan oleh status Aceh yang semula menjadi daerah istimewa diturunkan
menjadi daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan
pemerintah tersebut ditentang oleh Daud Beureuh sehingga pada tanggal 21
September 1953 ia mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara
Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah Republik Indonesia
memberantas pemberontakan ini di Aceh dengan kekuatan senjata atau operasi
millter dan melakukan musyawarah dengan rakyatAceh, sehingga pada tanggal 17-28
Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh dan melalui
musyawarah tersebut maka berhasil dicapal penyelesaian secara damai.
3) Daerah Kalimantan Selatan: Pemberontakan DI/TII di
Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang menamakan gerakannya dengan
sebutan Kesatuan Rakyat yang Tertindas. Pada tahun 1954, lbnu Hajar secara
resmi bergabung dengan Negara Islam Indonesia dan ditunjuk sebagai panglima
tertinggi TIM (Tentara Islam Indonesia). Pada tahun 1963, pemerintah Indonesia
berhasil menumpas pemberontakan ini, Ibnu Hajar dan anak buahnya berhasil
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
b. Pemberontakan PRRI/Permesta
(Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi di Sulawesi yang
disebabkan oleh adanya hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Hal itu dikarenakan jatah keuangan yang diberikan oleh
pemerintah pusat tidak sesual anggaran yang diusulkan. Hal tersebut menimbulkan
dampak ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat.
Selanjutnya
dibentuk gerakan dewan yaitu,
1)
Dewan Banteng di Sumatera Tengah dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
2)
Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Letkol Simbolon.
3)
Dewan Garuda di Sumatera Selatan.
4)
Dewan Lambung Mangkuratdi Kalimantan Selatan.
5)
Dewan Manguhi di Sulawesi Utara dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual.
Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10
Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah
pusat. Isi ultimatum tersebut adalah menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Setelah menerima ultimatum tersebut,
pemerintah pusat bertindak tegas dengan cara memberhentikan secara tidak hormat
Achmad Husein dan melakukan operasi militer pada tanggal 12 Februari 1958. Di
bawah pimpinan KSAD, A. H. Nasution membekukan komando daerah millter Sumatra
Tengah serta mengadakan operasi militer gabungan yang diberi nama operasi 17
Agustus yang berhasil menghancurkan gerakan separatis tersebut. Namun, pada
tanggal 15 Februari 1955 terjadi proklamasi PRRI yang berisi bahwa daerah
Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat.
Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan PRRI, pemerintah pusat melancarkan
operasi Sapta Marga dan berhasil melumpuhkan aksi dilakukan PRRI/Permesta.
4. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
pada Masa Orde Lama (5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966 )
Dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 telah membawa
kepastian di negara Indonesia. Negara kita kembali menggunakan UUD 1945 sebagai
konstitusi negara yang berkedudukan sebagai asas penyelenggaraan negara. Sejak
berlakunya kembali UUD 1945, Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan.
Kabinet yang
dibentuk pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinet Kerja yang terdiri atas:
a.
Kabinet Inti, yang terdiri atas seorang perdana menteri yang dijabat oleh
Presiden dan 10 orang menteri
b.
Menteri-menteri ex officio, yaitu pejabat-pejabat negara yang karena jabatannya
diangkat menjadi menteri. Pejabat tersebut adalah Kepala Staf Angkatan Darat,
Laut, Udara, Kepolisian Negara, Jaksa agung, Ketua Dewan Perancang Nasional dan
Wakil Ketua Dewan pertibangan Agung
c.
Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.
Pada periode ini muncul pemikiran di kalangan para
pemimpin bangsa Indonesia, yang dipelopori Presiden Soekarno, yang memandang
bahwa pelaksanaan demokrasi liberal pada periode yang lalu hasilnya sangat
mengecewakan. Sebagai akibat dari kekecewaan tersebut presiden Soekarno
mencetuskan konsep demokrasi terpimpin. Pada mulanya ide demokrasi terpimpin
adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Namun lama kelamaan bergeser menjadi dipimpin oleh
Presiden/Pemimpin Besar Revolusi. Maka akhirnya segala sesuatunya didasarkan
kepada kepemimpinan penguasa dalam hal ini pemerintah. Segala kebijakan
didasarkan kepada kehendak pribadi dan tidak berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku. Pemerintahan berlangsung otoriter, dan terjadinya pengkultusan
individu.
Pelaksaan pemerintahan pada periode ini, meskipun
berdasarkan UUD 1945, akan tetapi kenyataanya banyak terjadi penyimpangan
terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Berikut ini adalah beberapa
penyimpangan selama pelaksanaan demokrasi terpimpin:
a.
Membubarkan DPR hasil pemilu dan menggantikannya dengan membentuk DPR Gotong
Royong (DPRGR) yang anggotannya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
b.
Membentuk MPR sementara yang anggotannya diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
c.
Penetapan Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup oleh MPRS
d.
Membentuk Front nasional melalui penetapan presiden No.13 tahun 1959 yang
anggotanya berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi
sosial politik yang ada di Indonesia
e.
Terjadinya pemerasan dalam pengahayan Pancasila. Pancasila yang berkedudukan
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa diperas menjadi tiga unsur yang
disebut Trisila, kemudian Trisila ini diperas lagi menjadi satu unsur yang
disebut Ekasila. Ekasila inilah yang dimaksud dengan Nasakom (nasionalis, agama
dan komunisme). Gagasan Nasakom inilah yang memberi peluang bangkitnya Partai
Komunis Indonesia (PKI). Gagasan Nasakom ini begitu dijunjung tinggi oleh
Presiden Soekarno, sampai-sampai dimasukan dalam UU RI Nomor 18 tahun 1965
tentang Pemerintah Daerah. Semua unsur Nasakom termasuk di dalamnya PKI harus
diperhatikan dalam penunjukan unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jadi
bila di suatu daerah hanya ada seorang tokoh PKI, ia harus diikutsertakan
sebagai pimpinan DPRD apabila ia menjadi anggota DPRD di satu daerah. Hal
inilah yang membuat PKI mendapatkan posisi yang strategis bahkan dominan,
sehingga karena merasa mempunyai posisi yang kuat, PKI melakukan pemberontakan
pada tanggal 30 September 1965 yang ditandai dengan dibunuhnya 7 orang perwira
TNI Angkatan Darat.
5. Persatuan dan Kesatuan pada Masa
Orde Baru (11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998)
Kepemimpinan
Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, akhirnya jatuh pada tahun
1966. Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh
kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
Soeharto muncul sebagai pemimpin Orde Baru yang siap untuk membangun kembali
pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen. Prioritas utama yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru
bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Ekses dari kebijakan tersebut
adalah digunakannya pendekatan keamanan dalam rangka mengamankan pembangunan
nasional. Oleh karena itu jika terdapat pihak-pihak yang dinilai mengganggu
stabilitas nasional, aparat keamanan akan menindaknya dengan tegas. Sebab jika
stabilitas keamanan terganggu, maka pembangunan ekonomi akan terganggu. Jika
pembangunan ekonomi terganggu, maka pembangunan nasional tidak akan berhasil.
Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem
pemerintahan presidensial. Adapun
kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru:
1)
perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968
hanya 70 dollar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000
dollar Amerika Serikat
2)
suksesnya program transmigrasi
3)
suksesnya program Keluarga Berencana
4)
sukses memerangi buta huruf
Akan tetapi dalam perjalanan pemerintahannya, Orde
Baru melakukan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Beberapa penyimpangan konstitusional yang paling menonjol pada masa
Pemerintahan Orde Baru sekaligus menjadi kelemahan sistem pemerintahan Orde
Baru adalah sebagai berikut:
1) Bidang ekonomi: Penyelengaraan ekonomi
tidak didasarkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Terjadinya praktek
monopoli ekonomi. Pembangunan ekonomi bersifat sentralistik, sehingga terjadi
jurang pemisah antara pusat dan daerah. Pembangunan ekonomi dilandasi oleh
tekad untuk kepentingan individu.
2) Bidang Politik: Kekuasaan berada di tangan
lembaga eksekutif. Presiden sebagai pelaksana undang-undang kedudukannya lebih
dominan dibandingkan dengan lembaga legislatif. Pemerintahan bersifat
sentralistik, berbagai keputusan
disosialisasikan dengan sistem komando. Tidak ada kebebasan untuk mengkritik
jalannya pemerintahan. Praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) biasa
terjadi yang tentunya merugikan perekonomian negara dan kepercayaan masyarakat.
3) Bidang hukum: Perundang-undangan yang
mempunyai fungsi untuk membatasi kekuasaan presiden kurang memadai, sehingga
kesempatan ini memberi peluang terjadinya praktek KKN dalam pemerintahan
.Supremasi hukum tidak dapat ditegakan karena banyaknya oknum penegak hukum
yang cenderung memihak pada orang tertentu sesuai kepentingan. Hukum bersifat
kebal terhadap penguasa dan konglomerat yang dekat dengan penguasa. Segala
penyimpangan yang disebutkan di atas telah melahirkan kekuasaan pemerintahan
Orde Baru menajdi absolut. Hal itu
mengakibatkan negara Indonesia terjerembab pada suatu keadaan krisis
multidimensional. Kondisi yang mencemaskan ini telah membangkitkan gerakan
reformasi menumbangkan rezim otoriter. Maka pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden
Soeharto menyatakan mengundurkan diri. Sebagai gantinya, B.J Habibie yang
ketika itu menjabat sebagai wakil presiden, dilantik sebagai Presiden RI yang
ketiga. Masa jabatan Presiden B.J Habibie berakhir setelah pertanggungjawabannya
ditolak oleh sidang Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999.
6. Persatuan dan Kesatuan pada Masa
Reformasi (Periode 21 Mei 1998-sekarang)
Periode ini disebut juga era reformasi. Gejolak
politik di era reformasi semakin mendorong usaha penegakan kedaulatan rakyat
dan bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme yang menghancurkan kehidupan bangsa dan negara. Memasuki masa
Reformasi, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang
demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau
pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi
1.
adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif
2.
jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, salah satu bentuk reformasi yang
dilakuka adalah amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat
kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan UUD 1945 pada
hakekatnya tidak mengubah sistem pemerintahan Indonesia. Baik sebelum maupun
seseudah perubahan, sistem pemerintahan Indonesia tetap presidensial. Tetapi
perubahan tersebut telah mengubah peran dan hubungan presiden dengan DPR.
Berikut
dipaparkan perubahan-perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia setelah
perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:
1.
Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1)
2.
MPR merupakan lembaga bikameral, yaitu terdiri dari DPR dan DPD (Pasal 2)
3.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6 A)
4.
Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan (Pasal 7)
5.
Pencantuman hak asasi manusia (Pasal 28 A-28J)
6.
Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi negara
7.
Presiden bukan mandataris MPR
8.
MPR tidak lagi menyusun GBHN
9.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) (Pasal 24B dan
24C)
10.
Anggaran pendidikan minimal 20 % (Pasal 31)
11.
Negara kesatuan tidak boleh diubah (Pasal 37)
12.
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dihapus
Belum ada Komentar untuk "Ringkasan Materi PPKn Kelas XII BAB 4 Dinamika Persatuan dan Kesatuan Dalam Konteks NKRI"
Posting Komentar