PPKn Kelas X : Unit 4 Proyek Gotong Royong Kewarganegaraan
GOTONG ROYONG
Ada pepatah menyebutkan bahwa “Berat sama dipikul
ringan sama dijinjing”. Pepatah ini bermakna, pekerjaan berat jika dilakukan
bersama-sama akan terasa ringan. Sebagai makluk sosial, manusia tidak dapat
hidup sendiri sudah seharusnya kita melakukan aksi gotong royong yang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata gotong royong bermakna bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu). Kata gotong royong sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu kata bahasa Jawa gotong yang berarti "mengangkat" dan royong yang berarti "bersama".
Koentjaraningrat membagi dua jenis
gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu:
1.
gotong
royong tolong-menolong (sifatnya indidual seperti : upacara kematian)
2.
gotong
royong kerja bakti (sifatnya umum seperti: bersih-bersih desa/kampung)
Lebih lanjut, Koentjaraningrat membagi
gotong royong yang terdapat pada masyarakat pedesaan menjadi 4 (empat) jenis,
yaitu:
1. Tolong-menolong dalam aktivitas
pertanian;
2. Tolong-menolong dalam aktivitas
sekitar rumah tangga;
3. Tolong-menolong dalam aktivitas
persiapan pesta dan upacara;
4. Tolong-menolong dalam peristiwa
kecelakaan, bencana, dan kematian.
Gotong-royong lahir atas dorongan Gotong-royong
merupakan suatu paham yang dinamis, yang menggambarkan usaha bersama, suatu
amal, suatu pekerjaan atau suatu karya bersama, dan suatu perjuangan
bantu-membantu. Dalam gotong royong melekat nilai-nilai Pancasila yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial yang
merupakan landasan filsafat bangsa Indonesia.
Konsep gotong royong yang kebanyakan
tumbuh subur di masyarakat pedesaan yang menjadi kebudayaan luhur di indonesia.
Gotong royong dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat yang bersifat tanpa
pamrih, kesadaran dan semangat untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-sama,
serentak, dan beramai-ramai, tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan
pribadi. Gotong royong harus dilandasi dengan semangat keikhlasan, kerelaan,
kebersamaan, toleransi, dan kepercayaan.
Selain membantu meringankan beban orang
lain, dengan gotong royong kita juga dapat mengurangi kesalahpahaman, sehingga
dapat mencegah terjadinya berbagai konlik. Gotong royong yang mereleksikan
suatu kebersamaan merupakan pedoman untuk menciptakan kehidupan yang jauh dari
konlik. Di dalam gotong royong terkandung nilai-nilai yang dapat meningkatkan
rasa kerja sama dan persatuan warga. Oleh karena itu, melestarikan eksistensi
tradisi gotong royong di tengah masyarakat sangatlah penting, terutama pada
masyarakat yang majemuk.
Secara historis, spirit gotong royong
berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini
antara lain dapat kita lihat dalam penyebaran informasi kemerdekaan ke pelosok
negeri dan dunia. Pasca Indonesia memprokla masikan kemerdekannya, banyak
pemuda datang ke Jalan Menteng 31 yang menjadi tempat berkumpul para aktivis
pemuda pada saat itu. Para pemuda tersebut menyebarkan stensilan Teks
Kemerdekaan ke berbagai daerah di Indonesia.
Beberapa pemuda tersebut di antaranya
adalah M. Zaelani, anggota Barisan Pemuda Gerindo, yang dikirim ke Sumatera.
Tercatat juga nama Uteh Riza Yahya, yang menikah dengan Kartika, putri Presiden
Soekarno. Kemudian ada pula guru Taman Siswa bernama Sulistio dan Sri. Ada juga
aktivis Lembaga Putri, Mariawati Purwo. Mereka menuju ke Sumatera bersama Ahmad
Tahir untuk menyebarkan kabar kemerdekaan.
Selain itu, tercatat pula nama Masri
yang berangkat ke Kalimantan. Beberapa pemuda juga berangkat ke Sulawesi.
Mereka pergi ke luar Jawa membawa kabar kemerdekaan dengan menggunakan perahu.
Di Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendiri Taman Siswa, berkeliling
kampung dengan naik sepeda untuk menyebarkan informasi kemerdekaan Indonesia
kepada masyarakat luas.
Spirit gotong royong terus ditanamkan
dan dipraktikkan oleh para tokoh bangsa lintas agama dan etnis, baik dari
kalangan sipil maupun dari kalangan militer, selama revolusi kemerdekaan di
Yogyakarta. Di kota bersejarah ini, berkumpul tokoh-tokoh bangsa dari beragam
latar agama, etnis, dan pandangan politik. Dari sisi etnis, terdapat nama
Soekarno, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Soedirman, Ki Hadjar Dewantara, Ki
Bagoes Hadikoesoemo, Sukiman Wirjosandjojo, Wahid Hasjim, dan I.J. Kasimo yang
berlatar belakang suku Jawa. Tercatat pula Ali sadikin, Ibrahim Adji, dan M.
Enoch yang berlatar belakang Sunda. Ada pula Mohammad Hatta, Agoes Salim, Sutan
sjahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin, dan Muhammad Natsir yang berlatar belakang
Suku Minang. Ada juga Simatupang dan Nasution dari Tapanuli. Ada Kawilarang dan
A.A. Maramis dari Manado. Terdapat juga nama Muhammad Yusuf dari Makassar, Mr.
Assaat dan Teuku M. Hassan dari Aceh. A.R. Baswedan yang keturunan Arab, dan
lain-lain.
Semangat gotong royong dengan mengesampingkan perbedaan begitu terasa di Yogyakarta. Realitas ini antara lain dapat dilihat dari perjumpaan antara tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti K.H. Wahid Hasjim, tokoh Persatuan Islam seperti Muhammad natsir, tokoh Ahmadiyah seperti Sayyid Shah Muhammad Al-jaeni, tokoh Katolik seperti I.J. Kasimo, dan sebagainya.
Abdul Waidl, dkk. 2021. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/SMK Kelas X. Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Belum ada Komentar untuk "PPKn Kelas X : Unit 4 Proyek Gotong Royong Kewarganegaraan"
Posting Komentar